ILMU KALAM
“Hasil Resume Sejarah lahirnya dan Ajaran-Ajaran Aliran
Mu’tazilah Dan Asy’ariyah”
Dosen Pengampu : Drs. H.Ahmad Qodim Suseno M.SI
Di Susun oleh:
Rohmatul Kamalia
(31501502278)
FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
TAHUN 2015/2016
LATAR BELAKANG MUNCULNYA ALIRAN
MU’TAZILAH DAN AS’ARIYAH
A.
ALIRAN
MU’TAZILAH
Sejarah munculnya
aliran mu’tazilah oleh para kelompok pemuja dan aliran mu’tazilah tersebut
muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah, tahun 105 – 110 H,
tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah
Hisyam Bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid
Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozzal,
kemunculan ini adalah karena Wasil bin Atha’ berpendapat bahwa muslim berdosa
besar bukan mukmin dan bukan kafir yang berarti ia fasik. Imam Hasan al-Bashri
berpendapat mukmin berdosa besar masih berstatus mukmin. Inilah awal kemunculan
paham ini dikarenakan perselisihan tersebut antar murid dan Guru, dan akhirnya
golongan mu’tazilah pun dinisbahkan kepadanya. Sehingga kelompok Mu’tazilah
semakin berkembang dengan sekian banyak sektenya.
Golongan
kedua (selanjutnya di sebut mu’tazilah II) muncul sebagai respons
persoalan teologis yang berkembang di kalangan khawarij dan murji’ah karena
persoalan tahkim. Golongan mu’tazilah
ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan khawarij dan
murji’ah tentang pemberian status kafir kepada orang yang berbuat dosa besar.
Golongan mu’tazilah di kenal juga dengan nama-nam lain, seperti ahl al-adl yang
berati golongan yang mempertahankan keadilan tuhan dan ahl at-tawhid wa al-‘adl
yang berati golongan yang mempertahankan keesaan murni dan keadilan tuhan. Adapun
lawan mu’tazilah memberi nama golongan ini dengan al qodariyah dengan alasan
mereka menganut paham free will and free act, yaitu bahwa manusia bebas
berkehendak dan bebas berbuat, di namakan juga wa’diyyah karena mereka
berpendapat bahwa ancaman tuhan itu pasti akan menimpa orang-orang yang tidak
taat akan hukum-hukum tuhan.
Nama
mu’tazilah sendiri bukan ciptaan orang-prang mu’tazilah sendiri, tapi diberikan
oleh orang-orng lain. Orang-orang mu’tazialh sendiri menamakan dirinya”ahli
keadilan dan keesaan” (ahlul adl wat tauhid). Nama mu’tazilah di berikan
karena:
a.
Orang-orang mu’tazilah menyalahi pendapat
sebagian besar ummat, karena mereka(orang-orang mu’tazilah) mengatakan bahwa
orang fasik,yaitu orang-orang ayang melakukan dosa besar, tidak mumin tdak pula
kafir.
b.
Wasil bin ata’, pendiri alira mu’tazilah,
berbeda pendapat dengan gurunya, yaitu hasan al basri, dalam soal tersebut di
atas, yang karenanya ia memisahkan diri dari pelajaran yang di adakan gurunya
dan berdiri sendiri, kemudian mendapat pengikut banyak. Kemudian hasan al-basri
berkata :” wasil telah memisahkan diri dari kami”. Sejak saat itu mak wasil dan
teman-temannya disebut” golongan yang memisahkan diri” (muktazilah).
Kaum mu’tazilah adalah golongan yang membawa persoala-persoalan
teologi yang lebih mendalam dan ber sifat filosofis dari pada
persoalan-persoalan yang di bawa oleh kaum khawarij dan murjia’h dalam
pembahasan, mereka bayak mengunakan akal sehinga mereka mendapat nama “kaum
rasional islam “.
B.
AJARAN-
AJARAN MUKTAZILLAH
1. Tauhid
Tauhid adalah dasar ajaran islam yang paling utama.
Sebenarnya tauhid ini bukan monopoli mu’tazilah saja, tetapi ia menjadi milik
setiap orang islam. Hanya saja mu’tazilah mempunyai tafsir yang khusus dan
mereka mempertahankannya, sehingga mereka menamakan dirinya ahlu asli wat
tauhid.
Menurutnya, tuhan itu esa, tidak ada yang mampu
menyamainya, bukan jisim, bukan jauhar, bukan, ‘aradl, tidak berlaku masa
padanya, tidak mungkin mengambil ruang atau tempat, tidak bisa disifati dengan
sifat yang ada pada makhluk, tidak terbatas, tidak melahirkan dan tidak
dilahirkan, tidak dapat dicapai dengan panca indera, tidak bisa dilihat dengan
mata kepala tidak bisa digambarkan dengan akal fikiran, tuhan maha mengetahui,
berkuasa dan hidup, tetapi tidak seperti orang yang mengetahui,orang yang
berkuasa dan orang yang hidup. Tidak ada yang menolongnya dalam menciptakan apa
yang diciptakannya dan tidak membuat makhluk karena contoh yang telah ada
sebelumnya.
2. Al
adl (adil)
Keadilan
berarti meletakkan tanggung jawab manusia atas perbuatan-perbuatannya, tuhan
tidak menghendaki keburukan,tidak menciptakan perbuatan manusia, manusia bisa
mengerjakan perintah-perintahnya dan meninggalkan larangan-larangannya. Karena
kekuasaan yang dijadikan tuhan pada diri manusia, tuhan tidak memerintahkan
kecuali apa yang dilarangnya. Tuhan hanya menguasai kebaikan-kebaikan yang
diperintahnya dan lepas diri dari keburukan yang dilarangnya. Dengan dasar
keadilan ini, mu’tazilah menolak golongan djabariyah yang mengatakan bahwa
manusia dalam segala perbuatannya tidak mempunyai kebebasan, manusia dalam
keterpaksaan. Jadi ajaran tentang keadilan ini berkaitan erat dengan dua hal
yaitu,perbuatan manusia serta berbuat baik dan terbaik.
3. Janji
dan ancaman
Tuhan
berjanji akan memberi pahala dan mengancam akan menjatuhkan siksaan, pasti
dilaksanakan, karena tuhan suadah menjanjikan demikian. Siapa yang berbuat baik
maka akan dibalas dengan kebaikan dan sebaliknya mereka yang berbuat kejahatan
akan dibalas dengan kejahatan pula. Tidak ada ampunan terhadap dosa besar tanpa
taubat,sama halnya tidak mungkin orang yang berbuat baik yang tidak menerima
pahala. Ajaran ini tampaknya bertujuan mendorong manusia berbuat baik dan tidak
melakukan perbuatan dosa.
4. Tempat
diantara dua tempat
Washil
bin atho’ mengatakan bahwa orang yang berdosa besar selain musyrik itu tidak
mukmin dan tidak pula kafir,tetapi fasik. Fasik sendiri terletak antara iman
dan kafir. Jalan tengah ini diambilnya dari:
1. Ayat-ayat
al-qur’an dan hadis-hadis yang menganjurkan kita mengambil jalan tengah dalam
segala sesuatau.
2. Pikiran-pikiran
aristoteles yang mengatakan bahwa keutamaan ialah jalan tengah antara dua jalan
yang berlebih-lebihan.
3. Plato
yang mengatakan bahwa ada suatu tempat diantara baik dan buruk.
Golongan mu’tazilah
membagi maksiat menjadi 2 bagian, yaitu besar dan kecil. Maksiat besar dibagi
menjadi dua yaitu:
1. Yang
merusak dasar agama, yaitu syirik (mempersekutukan tuhan) dan orang yang
mengerjakannya menjadi kafir.
2. Yang
tidak merusak dasar agama, dan orang yang mengerjakannya bukan lagi orang
mukmin, karena ia melanggar agama, juga tidak menjadi kafir, karena ia masih
mengucapkan syahadat. Karenanya ia menjadi fasik.
5. Amar
ma’ruf nahi munkar
Prinsip ini menekankan keberpihakan kepada kebenaran
dan kebaikan. Ini merupakan konsekuensi logis dari keimanan seseorang.
Pengakuan keimanan harus dibuktikan dengan perbuatan baik, diantaranya dengan
mengajak pada kebajikan dan melarang pada kemunkaran.
Prinsip
ini lebih banyak berhubungan dengan taklif dan lapangan fiqih daripada lapangan
tauhid. Di dalam al-Qur’an banyak ayat yang menerangkan tentang masalah amar
ma’ruf nahi munkar, antara lain pada surat ali imran ayat 104 dan surat luqman
ayat 17. Prinsip ini harus dijalankan oleh setiap orang islam untuk menyiarkan
agam dan mengambil bagian dari tugas ini.
Sekitar
dua abad lamanya ajaran-ajaran mu’tazilah ini berpengaruh, karena diikuti atau
di dukung oleh penguasa waktu itu. Masalah-masalah yang diperdebatkan antara
lain:
1. Sifat-sifat
allah itu ada atau tidak.
2. Baik
dan buruk itu ditetapkan berdasarkan syara’atau akal pikiran.
3. Orang
yang berdosa besar akan kekal di neraka
atau tidak.
4. Al-qur’an
itu makhluk atau bukan.
5. Perbuatan
manusia itu dijadikannya sendiri atau dijadikan oleh allah.
6. Allah
itu bisa dilihat di akhirat nanti atau tidak
7. Allah
itu qadim atau hadis.
8. Allah
wajib membuat yang baik (shahih) dan yang lebih shahih (ashlah).
A.
ALIRAN
ASY’ARIYAH
1.
SEJARAH
SINGKAT
Pendiri
aliran as’ariyah bernama abul hasan ali bin ismail al-asyari, keturunan dari
abu musa al-asy’ari, sala seorang perantara dalam sengketa antara ali dan
mu’awiyah. Al-asyari lahir pada tahun 260 H/873 M dan wafat pada tahun 324
H/935 M. Pada waktu kecilnya ia berguru pada seorang mu’tazilah terkenal, yaitu
al-jubai, ia mempelajari aliran-aliran mu’taziah dan mendalaminya. Aliran ini
di ikutinya terus sampai berusia 40 tahun, dan tidak sedikit dari hidupnya di
gunakan untuk mengarang buku-bku kemu’tazilahan.
Ketika
mencapai usia 40 tahun ia bersembunyi di rumahnya selama 15 hari, kemudian
pergi ke masjid basrah. Di depan orang banyak ia menyatakan bahwa al-qur’an
adalah mahluk, tuhan tidak dapat di lihat mata kepala, perbuatan buruk manusia
sendiri yang memperbuatnya (semua aliran mu’tazilah).kemudian ia mengatakan
:”saya tidak lagi memegangi pendapat-pendapat tersebut,saya harus menolak paham
orang-orang mu’tazilah da menunjukkan keburukan dan kelemahanya.mulai pada saat
itu beliau meninggalkan aliran mu’tazilah yang selama ini di anutnya. Sebab
utama ia meninggalkan aliran mu’tazilah ialah adanya perpecahan yang di lakukan
kaum muslimin yang bisa menghancurkan mereka kalau tidak segera di ahiri.
Sebagai seorang muslim yang sangat gairah terhadap keutuhan kaum muslimin, ia
sangat mengkhawatirkan keutuhan al-qur’an dan hadis menjadi korban paham-paham
kaum mu’tazilah. Yang menurut pendapatnya tidak dapat di benarkan, karena di
dasarkan atas pemujaan akal fikiran sebagaimana juga di khawtirkan menjadi
korban sikap ahli hadis anthropomorphis yang hanya memeganginas-nas dengan
meninggalkan jiwanya dan hampir-hampir menyeret islam kepada kelemahan, kebekuan
yang tidak dapat di benarkan agama. Al-asy’ari karenanya mengambil jalan tengah
antara golonga rasionalis dan golongan tekstualis dan ternyata jalan tersebut
dapat di terima oleh mayoritas kaum muslimin.
Ketidak-puasan Al-Asy’ari terhadap aliran
Mu’tazilah di antaranya adalah :
1)
Karena adanya keragu-raguan dalam diri Al-Asy’ari
yang mendorongnya untuk keluar dari paham Mu’tazilah. Menurut Ahmad Mahmud
Subhi, keraguan itu timbul karena ia menganut madzhab Syafi’i yang mempunyai
pendapat berbeda dengan aliran Mu’tazilah, misalnya syafi’i berpendapat bahwa
Al-Qur’an itu tidak diciptakan, tetapi bersifat qadim dan bahwa Tuhan dapat
dilihat di akhirat nanti. Sedangkan menurut paham Mu’tazilah, bahwa Al-Qur’an
itu bukan qadim akan tetapi hadits dalam arti baru dan diciptakan Tuhan dan
Tuhan bersifat rohani dan tidak dapat dilihat dengan mata.
2)
Inti ajaran faham Mu`tazilah adalah dasar
keyakinan harus bersumber kepada suatu yang qath`i dan sesuatu yang qath`i
harus sesuatu yang masuk akal (rasional). Itulah sebabnya maka kaum Mu`tazilah
menolak ajaran al Qur`an apalagi as-Sunnah yang tidak sesuai dengan akal (tidak
rasional). Sebagaimana penolakan terhadap Mu`jizat, para nabi, adanya malaikat,
jin dan tidak percaya adanya takdir. Mereka berpendapat bahwa sunnatullah tidak
mungkin dapat berubah, sesuai dengan firman Allah, ”Tidak akan ada perubahan
dalam sunnatullah” (Al Ahzab:62; lihat juga Fathir:43 dan Al Fath:23). Itulah
sebabnya mereka tidak percaya adanya mu`jizat, yang dianggapnya tidak rasional.
Menurut mereka bila benar ada Mu`jizat berarti Allah telah melangar sunnah-Nya sendiri.
2. PEMIKIRAN-PEMIKIRAN AL-ASY’ARI PADA
KONSEP AQIDAH
Ada tiga periode dalam tata kehidupan Al-Asy’ari yang berbeda dan merupakan perkembangan ijtihadnya dalam masalah aqidah.
a.
PeriodePertama
Beliau hidup di bawah pengaruh Al-Jubbai,
syaikh aliran Muktazilah. Bahkan sampai menjadi orang kepercayaannya. Periode
ini berlangsung kira-kira selama 40-an tahun. Periode ini membuatnya sangat
mengerti seluk-beluk aqidah Muktazilah, hingga sampai pada titik kelemahannya
dankelebihannya.
b.
Periode Kedua
Beliau
berbalik pikiran yang berseberangan paham dengan paham-paham Muktazilah yang
selama ini telah mewarnai pemikirannya. Hal ini terjadi setelah beliau merenung
dan mengkaji ulang semua pemikiran Muktazilah selama 15 hari. Selama hari-hari
itu, beliau juga beristikharah kepada Allah untuk mengevaluasi dan mengkritik
balik pemikiran aqidah Muktazilah.
Di
antara pemikirannya pada periode ini adalah beliau menetapkan 7 sifat untuk
Allah lewat logika akal, yaitu:a) Al-Hayah (hidup) b) Al-Ilmu (ilmu) b) Al-Iradah
(berkehendak) c) Al-Qudrah (berketetapan) d) As-Sama’ (mendengar) e) Al-Bashar
(melihat) f) Al-Kalam (berbicara). Sedangkan sifat-sifat Allah yang bersifat
khabariyah, seperti Allah punya wajah, tangan, kaki, betis dan seterusnya, maka
beliau masih menta’wilkannya.
c.
Periode Ketiga
Pada
periode ini beliau tidak hanya menetapkan 7 sifat Allah, tetapi semua sifat
Allah yang bersumber dari nash-nash yang shahih. Kesemuanya diterima dan
ditetapkan, tanpa takyif, ta’thil, tabdil, tamtsil dan tahrif. Beliau para
periode ini menerima bahwa Allah itu benar-benar punya wajah, tangan, kaki,
betis dan seterusnya. Beliau tidak melakukan, a) takyif: menanyakan bagaimana
rupa wajah, tangan dan kaki Allah, b) ta’thil: menolak bahwa Allah punya wajah,
tangan dan kaki, c) tamtsil: menyerupakan wajah, tangan dan kaki Allah dengan
sesuatu, d) tahrif: menyimpangkan makna wajah, tangan dan kaki Allah dengan
makna lainnya. (Rudi Arlan Al-farisi, Ilmu Kalam, 1993)
Pada periode ini
beliau menulis kitabnya “Al-Ibanah ‘an Ushulid-Diyanah.” Di dalamnya beliau
merinci aqidah salaf dan manhajnya. Al-Asyari menulis beberapa buku, menurut
satu sumber sekitar tiga ratus judul.
Best 10 Casinos near Harrah's Hotel and Casino, Las Vegas
BalasHapuscasino, including poker room, a casino, and 대구광역 출장안마 a golf course. 경상남도 출장샵 Casino hotels are 전주 출장마사지 designed to 삼척 출장마사지 provide recreational amenities, including 안성 출장마사지 a