Rabu, 29 Juni 2016

konsep isla tentang takdir



Konsep Islam Tentang Qadha dan Qadar (Taqdir)
Apakah kita harus Percaya Adanya Taqdir?
Jawaban: Ya, karena percaya kepada taqdir merupakan salah satu rukun iman (khusunya paham Ahlussunah Waljama’ah) (Paham Syi’ah tidak memasukkannya sebagai rukun iman)
Apakah yang disebut Taqdir itu?
Orang sering berkata: “ Sudahlah, perkara itu sudah menjadi taqdir Tuhan, tidak perlu dibicarakan lagi”
Makna pengertian taqdir yang paling mendasar ialah dalam kaitannya dengan ketetapan/ketentuan ilahi yang tidak dapat dilawan.

A.    Makna Etimologi
QADA menurut Bahasa (etimologi) dari kata qada (arab) berarti:
Perintah (QS AL-Isra’ ayat 23)
  وقضى ربك ألاتعبدوإلا إيٍاه
     Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia...
Menetapkan (QS Al-Isra’ ayat 4)
وقضينا إلى بني إسراءيل في الكتب
Dan telah kami tetapkan terhadap bani israil dalam kitab itu...
Menghendaki (QS Al-Baqarah ayat 117)
وإذا قضي أمرا فإنّما يقول له كن فيكو ن
Dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia mengatakan,jadilah maka jadilah ia...
Menjadikan (QS Fussilat ayat 12)
فقضهنّ سبع سموات فى يومين
Maka dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa...

QADAR (etimologi) artinya kekuasaan Allah untuk menentukan ukuran, susunan,  dan aturan terhadap sesuatu
Bentuk-Bentuk Ketetapan Tuhan (Taqdir & Sunnatullah)
Taqdir:  Digunakan untuk menerangkan hukum ketentuan Allah tentang alam raya: (1) Dan (dijadikan oleh-Nya)  dan rembulan dengan perhitungan (yang tepat) itulah taqdir (oleh) yang Maha Tinggi dan Maha Tahu (Qs: al-An’am:96). (2) “Dan matahari itu berjalan pada garis edar yang tetap baginya, itulah taqdir (oleh) yang Maha Tinggi dan Maha Tahu” (Qs.Yasin:38)
Maka kalau kita perhatikan  firman-firman yang mengandung perkataan “taqdir” adalah digunakan dalam maknanya sebagai hukum alam (natural law). Sebagai hukum alam, maka tidak satupun gejala alam yang terlepas dari Allah, termasuk perbuatan manusia. Karena itu perkataan “taqdir “dan “qadar” (dari derivasi akar kata yang sama), juga digunakan dalam pengertian: (1)  Dan dia ciptakan segala sesuatu, maka dibuat hukum kepastiannya (taqdirnya) sepasti-pastinya)(Qs. al-Furqab/25:2). (2) “Sesungguhnya Kami ciptakan segala sesuatu dengan hukum kepastian (qadar)” (Qs. Al-Qamar/54:49).
Adalah justru karena unsur kepastiannya, maka taqdir tidak dapat dilawan oleh manusia.  Dengan Demikian tunduk kepada taqdir dalam pengertian di atas adalah:  Segala perbuatan manusia harus memperhatikan dan memperhitungkan hukum ketentuan Tuhan dalam alam raya ini, karena kita memang tidak mungkin melawan atau mengubahnya.
         Dengan perkataan lain, lingkungan material di sekeliling manusia dan yang terkait erat dengan kehidupannya di dunia ini berjalan mengikuti hukum-hukum ketentuan yang pasti dari Tuhan Maha Pencipta, yang hukum-hukum ketentuan itu dapat dipadankan atau ekuivalensi  dengan istilah sehari-hari, yaitu  “hukum alam” (natural law).
         Maka sudah tentu untuk mendapatkan sukses dalam kehidupan duniawi ini manusia dituntut untuk memahami hukum ketentuan Allah bagi lingkungan sekelilingnya, yaitu alam. Sebab alam memang diciptakan Allah untuk manusia, dan manusia pasti dapat menarik manfaat darinya jika mau berpikir dan berusaha memahaminya
Sunnatullah
         Selain adanya hukum ketentuan Allah dalam pengertian taqdir yang mengatur lingkungan material hidup manusia, terdapat hukum ketentuan lain dari Allah dalam pengertian Sunnatullah, yang mengatur lingkungan sosial hidup manusia itu. Sunatullah disebut sebagai hukum sejarah.
         Sunatullah yang diterangkan secara eksplisit oleh Allah kepada manusia melalui agama hanya bersifat garis besar dan amat prinsipil, yakni yang langsung bersangkutan dengan natur manusia dan fitrahnya, yang manusia cenderung untuk melupakannya (dalam hal ini, misalnya, adanya hukum yang cukup terinci tentang perzinaan, pencurian, pembagian harta pusaka, perkawinan, soal anak angkat dan sebagainya).

Sunnatullah Tidak Bisa Diubah
         Ditegaskan pula bahwa hukum Allah (Sunnatullah) dalam hidup manusia itu tidak akan berubah, jadi bersifat pasti. al-Qur’an menegaskan :
         …sebagai sunnatullah yang berlaku atas orang-orang terdahulu, dan kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada sunnatullah”  (Q.s. al-Ahzab/33:62),   (lihat juga Q.s. al-Ahzab/33:38, Q.s. al-Fathir/35:43 dan         Q.s. al-Fath/48:23).

Perbedaan Taqdir dan Sunnatullah
         Terdapat perbedaan penting antara hukum-hukum alam (taqdir) dengan hukum-hukum sejarah (sunnatullah). Hukum-hukum  fisika dan kimia yang dasarkan pada kausalitas hukum alam, berlaku bagi benda-benda mati yang tak mampu menerima bimbingan. Di lain pihak hukum-hukum masyarakat, meskipun sama kokoh dan pastinya dengan hukum ilmiah manapun, hanya berlaku pada manusia, yang memiliki kuasa untuk memilih mana hukum yang hendak diberlakukan bagi dirinya, yang akan menghasilkan kebahagiaan ataupun kesengsaraan.

Karakteristik Sunnatullah
Sunnatullah  itu bersifat permanen dan universal.  Norma-norma sejarah bersifat tetap, tidak berubah dan berlaku secara universal, tidak tersekat oleh ruang dan waktu, tidak terbatas untuk orang-perorang atau sekelompok orang (masyarakat), dalam pengertian bahwa hukum sejarah tidak mengenal adanya pengecualian. :”Maka sekali-kali engkau tidak akan menemukan  pengganti bagi sunnah Allah, tidak pula engkau akan mendapati bahwa  sunnah Allah itu menyimpang” (Q.s. al-Fatir/35:43 ).
         Apakah  kamu mengira bahwa kamu akan masuk sorga padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu ? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan), sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya”Bilakah datangnya pertolongan Allah? Ingat, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat” (Q.s. al-Baqarah/2:214).

Ikhtisar
         Dengan demikian manusia di dalam hidupnya tidak bisa lepas dari taqdir dan Sunnatullah
         Jika orang ingin sukses dalam hidup harus memahami dan mentaati keduanya.
         Dalam konteks pengembangan ilmu : Pemahaman akan taqdir melahirkan Hard science, pemahaman atas sunnatullah melahirkan  Soft Science.

Percaya Taqdir dan Sunnatullah bukan Fatalisme
         Paham  taqdir dan Sunnatullah, tidak sebanding fatalisme yaitu   paham nrimo dan tidak lagi berusaha, karena segala sesuatu dipercaya sebagai nasib.
         Orang yang percaya kepada taqdir, sebaliknya harus yakin bahwa untuk meraih sukses harus ada ikhtiar. Karena itu merupakan  Sunnatullah.

Pemahaman Taqdir yang Umum di Masyarakat Tidak 100% Salah
         Istilah “Menerima taqdir” yang umum dipergunakan dalam masyarakat   itu benar jika dikenakan kepada sesuatu yang telah terjadi, yang telah lewat, dan sudah tutup buku. Jadi bukan untuk sesuatu yang belum terjadi.  Firman Allah:
         Firman Allah :
         مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الأَرْضِ وَلا فِي أَنفُسِكُمْ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

Maksudnya : “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Al-Hadid:22)
         Tentu saja semua itu berlaku kalau semua itu telah terjadi, jadi  kalau segala sesuatu telah terjadi ini adalah taqdir Allah. Tapi kalau belum terjadi, ibarat sebuah buku yang masih satu persoalan terbuka, maka sikap kita adalah ikhtiar.



Sikap Terbaik
         Sebaik-baik sikap ketika mengalami kegagalan adalah rela (ridha) kepada Allah atas segala rencana-Nya, dan ketika mengalami keberhasilan adadalah bersyukur kepada Allah, juga atas segala rencana-Nya. Maka kita menjadi tidak terlalu sedih dan berputus asa ketika gagal, juga tidak terlalu membanggakan diri ketika sukses.
         Jadi jika kita percaya kepada taqdir kita terapkan dengan benar, justru akan menjadi bekal keberhasilan hidup, karena akan memuat pribadi yang seimbang, tahu diri, tidak gentar menghadapi masa depan, karena kita percaya “campur Tangan Tuhan”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar